Pages

Wednesday, December 26, 2018

Siap Sedia Menjadi Jawaban

26 Desember 2018

Bacaan: 2 Timotius 4:2-4
Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.

Kita tahu, sebagaimana yang telah tersurat dan tersirat di dalam Alkitab -yang adalah firman Allah, bahwa oleh kemurahan Allah dan kasih karunia-Nya kita semua telah dipanggil untuk menjadi jawaban bagi komunitas kita. Yup, kita semua -laki-laki atau perempuan, tua atau muda, entah kita sebagai suami atau isteri, ayah atau ibu, pimpinan atau karyawan, atau apa pun kedudukan kita di dalam komunitas kita, kita semua telah dipanggil untuk menjadi jawaban bagi mereka. Baik itu, di dalam komunitas rumah kita, komunitas sanak saudara kita, komunitas lingkungan kita, komunitas kantor kita, komunitas komsel kita, komunitas gereja kita atau di mana pun kita berada, maka di sana pula kita harus siap sedia untuk menjadi jawaban bagi mereka. Bro & Sis, berkaitan dengan panggilan tersebut, ayat bacaan kita hari ini mengingatkan kita, agar kita harus siap sedia baik atau tidak baik waktunya, untuk menjadi jawaban bagi komunitas kita, baik itu untuk memberitakan firman Allah, menyatakan apa yang salah, menegor dan menasihati dengan segala kesabaran dan pengajaran. Mengapa? Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat dan mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran. Inilah sebabnya, mengapa kita harus siap sedia baik atau tidak baik waktunya, agar kita tidak kehilangan kesempatan untuk menjadi jawaban bagi komunitas kita. Karena itu, selagi kita masih memiliki kesempatan untuk menjadi jawaban bagi komunitas kita -yaitu selama mereka masih dapat menerima ajaran sehat dan tidak memalingkan muka, marilah kita dengan segala kesabaran dan pengajaran selalu siap sedia baik atau tidak baik waktunya untuk memberitakan firman Allah, menyatakan apa yang salah, menegor dan menasihati mereka. Bro & Sis, saya berdoa, kiranya apa yang tertulis di dalam Galatia 6:9-10 ini, boleh menguatkan dan meneguhkan hati kita untuk selalu siap sedia menjadi jawaban bagi komunitas kita, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Kiranya Roh Kudus boleh senantia­sa mene­rangi hati kita semua di dalam segala aspek hidup kita. Amin.

Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. 1 Korintus 13:13

Friday, December 21, 2018

Jangan Lalaikan, Bahkan Kobarkan

21 Desember 2018

Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. 1 Timotius 4:14 
 
Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu. 2 Timotius 1:6

Apabila kita sungguh-sungguh menyadari dan mengakui, bahwa apa yang ada pada diri kita merupakan karunia dari TUHAN, maka seharusnya kita juga menyadari bahwa semua karunia itu selayaknya dan semestinya kita pergunakan dengan sebaik mungkin di dalam berbagai aspek hidup kita. Tetapi, yang perlu kita sadari di sini, bahwa karunia-karunia tidak seharusnya kita pergunakan hanya untuk melayani keinginan kita sendiri saja, tetapi juga untuk melayani kepentingan Allah dan kebutuhan sesama kita. Sebab setiap karunia yang Ia percayakan kepada kita, bukan hanya telah dikaruniakan untuk memenuhi keinginan kita sendiri saja, tetapi untuk memperlengkapi dan memampukan kita, agar kita boleh melayani kepentingan Allah dan kebutuhan sesama kita, seperti ada tertulis, "... hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat." {1 Petrus 3:9). Karena itu, kita tidak boleh lalai dalam mempergunakan karunia yang ada pada kita -terlebih lagi jika karunia itu telah diberikan oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. Kita harus memastikan bahwa tidak ada satu pun karunia dari Allah yang menjadi sia-sia di dalam hidup kita, tetapi semuanya boleh dipergunakan dengan maksimal. Bahkan, ketahuilah, kita bukan hanya tidak boleh lalai mempergunakan karunia dari Allah yang ada pada kita, bahkan kita harus mengobarkannya di dalam setiap waktu hidup kita dan di manapun kita berada. Akhirnya, jangan biarkan karunia yang ada pada kita hanya menjadi tumpukan di sudut-sudut hidup kita dan dipenuhi oleh debu-debu kelalaian kita. Kiranya Roh Kudus boleh senantia­sa mene­rangi hati kita semua di dalam segala aspek hidup kita. Amin.

Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. 1 Korintus 13:13

Wednesday, December 19, 2018

Hidup sebagai Keluarga Allah

17 Desember 2018

Bacaan:  2 Timotius 3:15
Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Ketika saya membaca pesan-pesan Paulus, rasul Yesus Kristus, kepada Timotius, anak rohaninya, maka saya menemukan kesimpulan yang begitu mengusik hati saya, bahwa semua pesan itu telah disampaikan oleh Paulus, supaya Timotius boleh mengerti bagaimana ia harus hidup sebagai keluarga Allah. Itu artinya, sang rasul melihat, bahwa ada banyak orang percaya -yang adalah anggota-anggota keluarga Allah [Efesus 2:19-20] dan memanggil Dia sebagai Bapa [Roma 8:15-16], tetapi mereka tidak hidup sebagaimana layaknya anggota keluarga Allah. Ketika kita berbicara tentang 'hidup sebagai keluarga Allah' maka sesungguhnya ini mencakup dua aspek penting. SATU, bagaimana kita berperilaku di tengah-tengah anggota keluarga Allah, apakah di dalamnya ada nasihat, penghiburan kasih, persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, sebagaimana seharusnya di dalam Kristus [baca selengkapnya di dalam Filipi 2:1-11]. DUA, bagaimana kita berperilaku di tengah-tengah mereka yang tidak percaya, apakah kita telah menjadi garam dan terang bagi mereka, hingga mereka pun memuliakan Bapa kita yang di sorga [baca selengkapnya di dalam Matius 5:13-16]. Pertanyaannya, sudahkah kita hidup sebagai keluarga Allah di tengah-tengah komunitas kita? Kiranya Roh Kudus boleh senantia­sa mene­rangi hati kita semua di dalam segala aspek hidup kita. Amin.

Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. 1 Korintus 13:13

Monday, December 17, 2018

Ini bukan Panggung Sandiwara


17 Desember 2018

Bacaan: 1 Timotius 2:8
Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan me­nadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan.

Ketika saya membaca bagian ayat firman Tuhan ini, bahwa di mana-mana orang laki-laki sepatutnya berdoa dengan 1] menadahkan tangan yang suci, 2] tanpa ma­rah dan 3] tanpa perselisihan, maka ada sesuatu yang menggelitik hati saya. Ada banyak orang percaya yang baru mulai membasuh tangan mereka yang tidak suci, membuang kemarahan mereka dan membereskan perselisihan mereka, pada saat me­­reka hendak berdoa kepada Allah saja. Hmm, bukankah hal ini sama saja dengan kita mengganggap bahwa ibadah adalah panggung sandiwara? Ketika kita mau berdoa kepada Allah, kita pun buru-buru bertobat dulu. Lalu, setelah se­mu­a urusan selesai, kita pun kembali mengotorkan tangan kita, membiarkan diri dikuasai ke­marahan dan hidup dalam perselisihan. Ini tidak boleh terjadi. Saya percaya, bahwa yang Paulus inginkan, supaya peri­hal memiliki tangan yang suci, hati yang tidak di­ku­asai kemarahan dan berusaha hidup damai dengan semua orang, boleh menjadi gaya hidup keseharian orang percaya, dan bukan hanya pada wak­tu kita hendak berdoa kepada Allah saja. Kiranya Roh Kudus boleh senantia­sa mene­rangi hati kita semua di dalam segala aspek hidup kita. Amin.

Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. 1 Korintus 13:13

Friday, December 14, 2018

Memulai dengan Mencari Allah


14 Desember 2018

Bacaan: 2 Tawarikh 31:21
Dalam setiap usaha yang dimulainya untuk pelayanannya terhadap rumah Allah, dan untuk pelaksanaan Taurat dan perintah Allah, ia mencari Allahnya. Semuanya dilakukannya dengan segenap hati, sehingga segala usahanya berhasil.

Kita mungkin memiliki keseriusan dan kesungguhan untuk melakukan berbagai perkara di dalam setiap aspek hidup kita. Itu baik sekali! Tetapi, yang menjadi pertanyaan, adakah kita senantiasa mencari Allah terlebih dahulu, sebelum kita memulai segala perkara tersebut? Kata ‘mencari Allah’ di sini berbicara kita meminta pimpinan Allah dan kuasa-Nya, agar kita boleh melakukan segala perkara dengan tepat dan meraih hasil yang maksimal, sehingga segala usaha kita boleh berhasil. Kita tidak mungkin mencari Allah dengan segenap hati, seperti yang dilakukan Hizkia di atas, jika kita tidak 1] memiliki tujuan untuk menyenangkan hati Allah di dalam apapun yang kita lakukan, dan 2] menyadari sepenuhnya bahwa kita sungguh membutuhkan Dia untuk boleh melakukan segala perkara dengan tepat dan meraih hasil yang maksimal. Kiranya Roh Kudus boleh senantiasa menerangi hati kita semua di dalam segala aspek hidup kita. Amin.

Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. 1 Korintus 13:13

Tuesday, August 21, 2018

Memakai Waktu dalam Ketepatan

Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem. 2 Samuel 11:1

Saya telah sering mendengarkan bagaimana ayat firman Tuhan ini diberitakan dan dijelaskan dengan begitu baik oleh para pemberita Injil dan pengajar firman Tuhan. Ketika saya membaca lagi ayat firman Tuhan di atas hari ini, maka sekali lagi ada sesuatu yang mengusik hati saya -dan saya tahu bahwa itu berasal dari Roh Kudus yang akan mengajarkan sesuatu kepada saya. Inilah yang saya ingin bagikan dengan kalian.

Kebenaran firman Tuhan di atas diawali dengan kalimat 'Pada pergantian tahun'. Kalimat ini menunjukkan tentang adanya waktu, masa atau musim tertentu untuk kita melakukan sesuatu perkara di dalam berbagai aspek hidup kita, seperti yang dituliskan di dalam kitab Pengkotbah, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." Pengkhotbah 3:1. Hal ini mengingatkan kita, bahwa kita harus sungguh mengerti, kapankah kita harus melakukan ini dan itu di dalam keseharian hidup kita. Ada waktu untuk melakukan bisnis atau profesi kita, ada waktu untuk melayani pekerjaan Tuhan, ada waktu untuk memberikan diri bagi keluarga kita, ada waktu untuk berduaan dengan pasangan hidup kita, ada waktu untuk mengerjakan hobi atau kesenangan kita, ada waktu untuk mengembangkan kapasitas kita, ada waktu untuk berdoa dan membaca Alkitab, ada waktu untuk bersekutu dengan saudara-saudara seiman, dan masih banyak lagi yang lainnya. Ironisnya, ada banyak dari kita yang hanya terfokus pada salah satu aspek hidup kita, hingga kita terlupakan untuk menyediakan waktu bagi perkara-perkata yang lain di dalam hidup kita. Pastinya, ada berbagai alasan yang terlihat masuk akal, yang akan kita pergunakan untuk berdalih terhadap ketimpangan kita di dalam memakai waktu kita sebagaimana seharusnya.

Ketimpangan di dalam memakai waktu kita. Inilah yang telah terjadi pada salah satu waktu, masa atau musim dari kehidupan Daud, sebagaimana yang tertulis pada ayat firman Tuhan di atas, dan telah melahirkan perkara dan akibat yang sangat buruk di dalam hidupnya. Ketika raja-raja biasanya maju berperang pada pergantian tahun, tetapi Daud hanya menyuruh Yoab beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel untuk berperang, tetapi ia sendiri tinggal di Yerusalem. Daud seharusnya memimpin segenap pasukan dan seluruh orang Israel untuk berperang pada waktu itu, tetapi ia lebih memilih untuk melakukan perkara yang lain -yang bukan pada waktunya ia lakukan, yaitu tinggal di Yerusalem saja, dan mewakilkan perkara tersebut kepada Yoab beserta orang-orang dan seluruh orang Israel. Alkitab mencatat, saat Daud seharusnya pergi untuk berperang, tetapi ia lebih memilih untuk tinggal di Yerusalem saja, maka godaan dan keinginan dosa pun segera menghampiri dan mengintip di depan pintu. Perhatikan, saat kita tidak memakai waktu kita di dalam ketepatan yang seharusnya, maka ada berbagai perkara dan akibat buruk yang akan menghampiri hidup kita. Belajarlah dari Daud. Lihatlah, Daud bukan hanya telah menghampiri dan berzinah dengan isteri pegawainya, bahkan ia juga telah menyusun dan melakukan pembunuhan berencana untuk menghabisi nyawa pegawainya tersebut, agar ia bisa merampok isteri dari pegawainya tersebut. Sebuah contoh yang tragis!

Bro & Sis, bagaimana dengan cara kita memakai waktu-waktu kita selama ini? Adakah kita senantiasa memakai waktu-waktu kita di dalam ketepatan yang seharusnya? Ataukah, kita justru sering memakai waktu-waktu kita di dalam ketimpangan selama ini? Ketahuilah, bahwa Tuhan sendiri telah mengingatkan tentang hal ini dl dalam Matius 23:23, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan." Yup, Tuhan mau, supaya kita boleh memakai waktu-waktu kita dengan bijaksana di dalam ketepatan yang seharusnya, agar kita terhindarkan dari berbagai perkara dan akibat buruk yang tidak seharus terjadi.

Karena itu, saya ingin mengakhiri apa yang saya sedang bagikan ini dengan mengutip apa yang tertulis di dalam Efesus 5:15-17, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." GBU.
 

Sunday, July 29, 2018

To Talk of God, Must be Taught by God

To talk of God, must be taught by God. Kata-kata di atas bukanlah ciptaan saya, tetapi ini adalah kata-kata yang saya dengar dari seorang pengajar Alkitab, saat saya sedang mengikuti sebuah seminar. Kata-kata ini begitu membekas dan mempengaruhi perjalanan pelayanan saya, terutama saat saya sedang mempersiapkan materi kotbah atau membuat artikel dan renungan.

Komsel (kelompok sel) kami dipercaya untuk membuat acara gathering dari beberapa komsel, dan tema yang diusung adalah Spirit-Led (Dipimpin oleh Roh). Ketika komsel kami sedang sibuk mempersiapkan acara gathering tersebut, dan sementara itu saya juga sedang mempersiapkan materi sharing untuk saya sampaikan di acara gathering tersebut, kata-kata di atas melintas di pikiran saya dan berbicara dengan kuat di dalam hati saya. Roh Kudus bukanlah obyek yang kami bicarakan di dalam acara gathering tersebut, tetapi Dia justru adalah subyek dari pembicaraan kami di dalam acara tersebut. Saya seperti tersadar. Kami sibuk menyiapkan acara gathering dengan tema Spirit-Led, hingga kami tidak menyadari bahwa kami telah menempatkan Roh Kudus sebagai obyek dari tema gathering kami, padahal kami sedang mengusung tema Dipimpin oleh Roh.

Saya bertobat! Jika kami hendak berbicara tentang Roh Kudus, seharusnya kami memberikan tempat bagi Roh Kudus untuk memimpin dan mengajar kami, dan bukannya menjadikan Dia sebagai obyek belajar kami. Kami pun segera merubah cara kami mempersiapkan acara gathering tersebut, kami meminta dan memberikan tempat bagi Roh Kudus, agar Ia boleh memimpin dan mengajar kami apa yang harus kami lakukan, untuk mempersiapkan acara gathering kami tersebut.

Singkat cerita. Acara gathering pun berlangsung. Luar biasa! Kami melihat, bagaimana Roh Kudus berkarya dan memberkati setiap bagian dari acara gathering tersebut, mulai dari acara game, pujian, kotbah hingga saat kami makan bersama. Mereka yang hadir memberikan apresiasi dan kesaksian, bagaimana mereka begitu diberkati dengan acara gathering tersebut. Kami pun sadar, bahwa ini bukan tentang kami -apalagi karena kami, tetapi ini adalah tentang Roh Kudus -yaitu Penghibur dan Penolong yang diutus Bapa dalam nama Yesus (Yohanes 14:26). Ini sepenuhnya adalah karya Roh Kudus, dan kami hanya saluran dari karunia-Nya! Kiranya, tulisan singkat ini boleh mengingatkan kita semua, untuk kita tidak lagi menjadikan Roh Kudus sebagai obyek di dalam hidup kita, tetapi kita boleh memberikan diri kita untuk dipimpin oleh-Nya di dalam berbagai aspek hidup kita. GBU.

Friday, July 27, 2018

Gunung Batu Keluputan

1 Samuel 23:19-28
Tetapi beberapa orang Zif pergi menghadap Saul di Gibea dan berkata: "Daud menyembunyikan diri dekat kami di kubu-kubu gunung dekat Koresa, di bukit Hakhila, di sebelah selatan padang belantara. Oleh sebab itu, jika tuanku raja berkenan datang, silakanlah datang; tanggungan kamilah untuk menyerahkan dia ke dalam tangan raja." Berkatalah Saul: "Diberkatilah kiranya kamu oleh TUHAN, karena kamu menunjukkan sayangmu kepadaku. Baiklah pergi, carilah kepastian lagi, berusahalah mengetahui di mana ia berada dan siapa yang telah melihat dia di sana; sebab telah dikatakan orang kepadaku, bahwa ia sangat cerdik. Berusahalah mengetahui segala tempat persembunyiannya. Kemudian datanglah kembali kepadaku dengan kabar yang pasti; dan aku akan pergi bersama-sama dengan kamu. Sesungguhnya, jika ia ada di dalam negeri, maka aku akan meneliti dia di antara segala ribuan orang Yehuda." Lalu berkemaslah mereka pergi ke Zif, mendahului Saul. Daud dan orang-orangnya ada di padang gurun Maon, di dataran di sebelah selatan padang belantara. Ketika Saul dengan orang-orangnya pergi mencari Daud, diberitahukanlah hal itu kepada Daud, lalu pergilah ia ke gunung batu dan tinggal di padang gurun Maon. Saul mendengar hal itu, lalu mengejar Daud di padang gurun Maon; Saul berjalan dari sisi gunung sebelah sini dan Daud dengan orang-orangnya dari sisi gunung sebelah sana. Daud cepat-cepat mengelakkan Saul; tetapi Saul dengan orang-orangnya sudah hampir mengepung Daud serta orang-orangnya untuk menangkap mereka, ketika seorang suruhan datang kepada Saul dengan pesan: "Segeralah undur, sebab orang Filistin telah menyerbu negeri." Maka berhentilah Saul mengejar Daud dan pergi menghadapi orang Filistin. Itulah sebabnya orang menyebut tempat itu: Gunung Batu Keluputan.

Bro & Sis in Christ, apa yang tertulis di dalam 1 Samuel 23:19-28 menunjukkan dengan begitu jelas, betapa kita sungguh dapat mempercayai Allah sebagai Gunung Batu Keluputan di dalam berbagai aspek hidup kita.

Ketika beberapa orang Zif mengadakan persekongkolan dengan Saul, untuk mengepung, menjebak dan menangkap Daud, maka Allah sendiri telah bertindak untuk memberikan keluputan bagi dia. Alkitab mencatat, bahwa saat Saul dan orang-orang sudah hampir mengepung Daud serta orang-orangnya untuk menangkap mereka, maka Allah telah mengubah keadaan berbalik 180 derajat; dari Daud serta orang-orangnya yang semula berada dalam keadaan terancam oleh Saul dan orang-orangnya, tiba-tiba keadaan berbalik begitu rupa, dan dalam sekejab mata justru Saul dan orang-orangnya yang kini berada dalam kondisi terancam serbuan orang Filistin. Huh ... nyaris saja, mungkin itu yang terucap di dalam hati dan pikiran Daud serta orang-orangnya.

Hari ini, bagaimana dengan kita? Ketahuilah, tak perduli berapa banyak orang yang hendak mengepung kita, untuk menjatuhkan atau merugikan kehidupan kita, ketahuilah bahwa Allah adalah Gunung Batu Keluputan kita. Sebab, bagi Dia, terlalu mudah untuk membalikkan keadaan kita, meski keadaan yang terjadi sudah hampir menjatuhkan atau merugikan kehidupan kita -entah itu hidup pribadi, hidup nikah, hidup keluarga, hidup bisnis atau hidup ministri kita. Karena itu, jangan pernah menyerah, tetapi bersandarlah terus kepada TUHAN di dalam segala aspek dan segala situasi hidup kita, dan tetap lakukan bagian kita dengan penuh ketekunan. Amin!

Thursday, May 24, 2018

Ketika Kemuliaan TUHAN Hadir


Maka TUHAN akan menjadikan di atas seluruh wilayah gunung Sion dan di atas setiap pertemuan yang diadakan di situ segumpal awan pada waktu siang dan segumpal asap serta sinar api yang menyala-nyala pada waktu malam, sebab di atas semuanya itu akan ada kemuliaan TUHAN sebagai tudung dan sebagai pondok tempat bernaung pada waktu siang terhadap panas terik dan sebagai perlindungan dan persembunyian terhadap angin ribut dan hujan. Yesaya 4:5-6

Ketika kemuliaan TUHAN ada dan hadir di dalam berbagai aspek hidup kita, maka kemuliaan-Nya akan 1) menjadi tudung dan pondok tempat bernaung terhadap panas terik, dan 2) menjadi perlindungan dan persembunyian terhadap angin ribut dan hujan. Inilah kebenaran yang tersurat di dalam Yesaya 4:5-6. Ketika TUHAN hadir di dalam hidup kita, maka kemuliaan-Nya pun akan termanisfestasikan di dalam berbagai aspek hidup kita, baik itu di dalam hidup nikah kita, hidup keluarga kita, hidup bisnis kita atau hidup ministri kita.

Kita tahu, bahwa di dalam Kristus, Allah senantiasa hadir dan beserta kita di dalam berbagai aspek hidup kita, melalui Roh-Nya yang kudus. Pertanyaannya, sudahkah kita memberikan ruang bagi kehadiran TUHAN, agar Ia boleh menyatakan kedahsyatan kemuliaan-Nya di dalam setiap aspek hidup kita? Adakah kita senantiasa memberikan prioritas utama bagi kehadiran TUHAN, sebelum kita memulai dan sewaktu kita menjalani hari-hari kita? Ini berbicara, bagaimana kita memberikan prioritas utama bagi kehadiran TUHAN, serta memberikan ruang bagi Dia untuk memegang seluruh kendali hidup kita, untuk Ia boleh menyatakan kedahsyatan kemuliaan-Nya.

Hari ini, jika kita rindu melihat manisfestasi kedahsyatan kemuliaan TUHAN di dalam setiap aspek hidup kita, jangan abaikan kehadiran-Nya di dalam hidup kita, tetapi berikan ruang prioritas utama bagi Dia. Minta TUHAN untuk senantiasa hadir, mengambil alih kendali dan menyatakan kemuliaan-Nya, sebelum kita memulai dan saat kita menjalani hari-hari kita.

Belajarlah dari apa yang telah terjadi di dalam kehidupan Obed-Edom, seperti tertulis di dalam 2 Samuel 6:11, "Tiga bulan lamanya tabut Tuhan itu tinggal di rumah Obed-Edom, orang Gat itu, dan TUHAN memberkati Obed-Edom dan seisi rumahnya." GBU.

Thursday, February 8, 2018

Panggilan untuk Menggembalakan

[TULISAN INI TERLAHIR USAI MENDENGARKAN KOTBAH PS. JOSE CAROL]

Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena nama-Nya. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu telah mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan yang jahat. Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, karena kamu mengenal Bapa. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah me­ngalahkan yang jahat. 1 Yohanes 2:12-14

Kita telah belajar sesuatu yang sangat penting pada pertemuan ibadah minggu lalu, bahwa ada tiga tahap pertumbuhan rohani dan kedewasaan rohani, yaitu tahap anak, tahap orang muda, tahap bapa, lewat renungan firman Tuhan yang disampaikan oleh Ps. Jose Carol. Kotbah yang sangat penting, menurut saya.

Bro & Sis, melalui apa yang telah disampaikan oleh Ps. Jose Carol, saya disadarkan oleh Roh Kudus, bahwa kita seharusnya terus bertumbuh, dari tahap anak, lalu ke tahap orang muda, hingga tahap bapa. Jika pada tahap anak adalah menerima dan menikmati kasih karunia Allah, dan pada tahap orang muda menerima, menikmati dan mulai menerapkan kasih karunia, maka pada tahap bapa menerima, menikmati, menerapkan dan mulai menyalurkan kasih karunia kepada orang-orang yang ada di sekitar kita, entah itu mereka yang masih anak atau telah menjadi orang muda. Hei, bukankah ini seperti tanah yang mulanya menerima benih, lalu mulai bertumbuh, dan pada akhirnya menghasilkan buah -sesuai dengan benih yang telah ditabur oleh sang penabur. Ini adalah proses yang lumrah dan sudah semestinya terjadi di dalam kehidupan kita, yaitu setiap putra-putri Allah.

Ketika kita berbicara tentang tahap bapa, yaitu tahapan (bukan tabungan BCA loh) dimana kita telah menerima, telah menikmati, telah menerapkan dan mulai menyalurkan kasih karunia Allah kepada orang-orang di sekitar kita, maka ... ini bukan hanya berbicara soal menabur uang, tenaga, talenta dan waktu kita bagi mereka, tetapi lebih berbicara bagaimana kita boleh menginvestasikan hidup kita untuk membangun kehidupan orang lain, agar mereka boleh ber­tumbuh dari tahap anak, melangkap ke tahap orang muda, hingga mencapai tahap bapa -yaitu menjadi pribadi yang bukan hanya menerima, menikmati dan menerapkan kasih karunia Allah, tetapi juga boleh terus bertumbuh dan menjadi sosok yang menyalurkan kasih karunia dari Bapa Surgawi. Inilah makna yang sebenarnya tentang mencapai tahap bapa di dalam kehidupan iman kita. Coba perhatikan ayat-ayat berikut ini.

Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. De­mikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi. ... Kamu tahu, betapa kami, seperti ba­pa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya. 1 Tesalonika 2:7-8, 11-12

Ini adalah gambaran dari apa yang seharusnya akan terjadi, saat orang percaya mencapai tahap bapa pada kehidupan imannya di dalam Kristus Yesus. Tidak ada seorangpun akan disebut sebagai (mencapai tahap) bapa, bila ia hanya sibuk dengan urusannya sendiri, hingga ia mulai menginvestasikan hidupnya untuk anak-anaknya, seperti yang tertulis pada firman Tuhan di atas.

Karena itu, bagi saya pribadi, bacaan ayat firman Tuhan di atas, bukan hanya berbicara tentang tahapan kerohanian yang harus kita capai -tak hanya berhenti sampai pada tahap orang muda, apalagi hanya berkutat pada tahap anak saja, melainkan terus bertumbuh dan mencapai tahap bapa; tetapi juga berbicara tentang panggilan untuk menggembala­kan. Panggilan untuk memuridkan, seperti yang tertulis di dalam Matius 28:18-20: Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa mu­rid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala se­suatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Ini adalah panggilan untuk memuridkan. Panggilan untuk Menggembalakan! Ada grooming process yang terjadi di dalam hidup orang-orang yang dipercayakan Allah pada dirinya, seperti yang tertulis pada ayat di atas.

Ini adalah panggilan yang seringkali dihindari, ditolak dan diabaikan oleh sebagian besar orang percaya, bahkan oleh mereka yang telah menjadi orang Kristen bertahun-tahun. Mereka hanya berhenti dan berpuas diri pada tahap orang muda. Alkitab telah menuliskan fakta yang sungguh menyedihkan ini, seperti yang tertulis di dalam Ibrani 5:12, "Se­bab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." Ketahuilah, saat kita tidak pernah melangkah untuk menginvestasikan hidup kita, yaitu untuk membangun kehidupan orang lain, maka kehidupan rohani kita akan mengalami kemandegan bahkan kejenuhan -dan bukan tak mungkin akan mengalami kemerosotan. Kita akan mengalami kemerosotan rohani dan menjadi seorang bocah Kristen tua! Mengapa? Sebab, saat kita seharusnya mulai melangkah untuk menjadi bapa, pemurid dan pengajar, tetapi kita lalu berusaha menghindari tahap dan panggilan tersebut, sesungguhnya kita sedang berjalan di tempat di dalam perjalanan dan pertumbuhan iman kita. Orang Kristen yang berjalan di tempat akan mengalami kemandegan dan kejenuhan, tetapi orang beriman yang mau bergerak terus di perjalanan iman mereka, mereka akan mengalami kehidupan iman yang terus bertumbuh dan makin bergairah di dalam Kristus Yesus. Mereka mungkin akan mengalami banyak pergumulan, tetapi mereka me­ngalami pengalaman-pengalaman ilahi bersama dengan Bapa di dalam Kristus Yesus, yang membuat kehidupan iman mereka senantiasa limpah kehidupan dan penuh kegairahan. Alkitab menuliskan, "Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini." (1 Timotius 4:6).

Lalu, apakah yang selama ini telah merintangi kebanyakan dari kita, untuk kita mulai memasuki tahap bapa dan memenuhi panggilan Allah untuk menggembalakan kawanan domba-Nya? Kasih akan Tuhan yang masih terbatasi! Alki­tab menulis: Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Ma­ka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata ke­pa­da-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gem­balakanlah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:17). Bukti, bahwa kita memang mengasihi Tuhan Yesus tanpa terbatasi, kita pun akan bersegera untuk memenuhi panggilan-Nya, yaitu untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Namun, bila kasih kita akan Tuhan masih terus terbatasi -yaitu kasih akan Tuhan yang masih terbatasi oleh kasih akan diri sendiri, maka kita tidak akan pernah sanggup untuk memenuhi panggilan Tuhan untuk menggembalakan kawanan domba-Nya. Kita tidak akan sanggup me­ngasihi Tuhan tanpa terbatasi, selama kita masih sibuk mengasihani diri sen­diri, hingga kita terus-menerus berdalih un­tuk menghindari panggilan Tuhan tersebut atas hidup kita. Ketika kita selalu merasa tidak mampu, merasa tidak la­yak, takut gagal, takut membuat kecewa, dan hal-hal yang serupa dengan itu, sesungguhnya kita sedang sibuk menga­sihani diri kita sendiri, karena kita hanya memikirkan kelemahan-kelemahan yang pada diri sendiri, dan bukannya apa yang menjadi kerinduan Tuhan atas diri kita.

Hari ini, mari kita mau berhenti untuk mengasihani diri kita, entah itu karena kita selalu berpijak dan hanya memandang pada kegagalan masa lalu, ketidaklayakan hari ini atau kekuatiran akan apa yang ada di depan, karena semua ini bukan tentang diri kita, tetapi ini semua hanya tentang TUHAN saja. Kita hanya perlu mengikuti panggilan Tuhan dengan taat saja. Dan, segala sesuatu yang masih membebani hati dan langkah kita, biarlah TUHAN yang mengurus semuanya itu bagi kita. Kita hanya perlu memberikan diri kita untuk menggembalakan kawanan domba-Nya. Itu saja yang perlu kita lakukan, selebihnya itu adalah urusan Tuhan. Belajarlah dari Simon Petrus, sebagaimana yang tertulis di dalam Lukas 5:5: Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi ka­rena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Atau, dengan bahasa yang lebih sederhana, mari kita mau berkata, "Tuhan Yesus, meski aku seringkali gagal di masa lalu, hingga hari ini aku selalu merasa tidak layak, dan hatiku dipenuhi kekuatiran akan apa yang akan terjadi di depan nanti, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan mengikuti panggilan-Mu juga, yaitu untuk menggembalakan kawanan domba-Mu, karena aku mengasihi-Mu." Akhir­nya, mari kita bersegera untuk memenuhi panggilan Tuhan, dan ... lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai. (Yohanes 4:35). Tuhan memberkati.