Pages

Friday, August 30, 2019

Keseimbangan

Ada banyak orang percaya berkata, bahwa kita perlu memiliki keseimbangan di dalam menjalani hidup kita, yaitu antara ibadah, keluarga, pekerjaan dan pelayanan. Ini adalah item pembagian yang banyak dipakai orang, kalau kalian memiliki item pembagian yang berbeda dengan di atas, hal itu bisa dan boleh saja. Nah, kembali ke topik pembahasan kita, yaitu tentang perlunya untuk kita boleh memiliki keseimbangan di dalam menjalani berbagai item atau aspek hidup kita. Apapun itu.

Masalahnya, ada banyak dari kita yang bingung bagaimana cara menakar keseimbangan tersebut, karena seringkali apa yang kita anggap telah cukup seimbang, ternyata bagi orang lain -khususnya pasangan kita, apa yang kita lakukan itu masih kurang seimbang, atau bahkan tidak seimbang sama sekali. Bingung kan? Tak hanya itu, ternyata perbedaan pemahaman soal takaran keseimbangan ini, telah menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik di dalam berbagai area hidup kita -terutama dengan pasangan kita, dan seringkali tidak terselesaikan.

Bro & Sis, keseimbangan di dalam menjalani berbagai area dari hidup kita adalah sebuah keharusan, tetapi besaran dari takaran tiap-tiap area kehidupan kita sangat bergantung pada keunikan masing-masing keluarga. Suami isteri perlu mendiskusikan dan meminta pimpinan Roh Kudus, agar mereka boleh menetapkan prioritas dan takaran yang tepat, sehingga mendatangkan kebaikan bagi hidup mereka sekeluarga. Perlu digarisbawahi di sini, bahwa kita perlu terus mendoakan dan meminta pimpinan Roh Kudus, agar TUHAN boleh terus mengkoreksi sisi-sisi area hidup kita yang masih belum berjalan dengan seimbang, supaya hidup kita boleh semakin maksimal di dalam Dia.

Namun, kita tidak dapat berpatokan mati dengan takaran keseimbangan yang telah disepakati, karena tidak tertutup kemungkinan bahwa sesekali (bukan setiap kali tentunya) kita terpaksa harus melanggar apa yang telah kita putuskan bersama. Hal ini bisa saja terjadi, karena ada waktu-waktu di mana TUHAN mengintervensi hidup kita, untuk kita boleh melakukan kehendak-Nya melalui hidup kita.

Saya akan memberikan contoh dari apa yang telah saya jalani dan alami selama ini. Saya telah memiliki komitmen, bahwa hari Sabtu adalah waktu saya untuk menemani steri saya berbelanja untuk kebutuhan dapur, lalu dilanjutkan acara kuliner keluarga, dan ditutup dengan acara DATE pada sore hari. Itulah keseharian saya setiap hari Sabtu. Nah, pada saat ada pengumuman bahwa dibutuhkan fasilitator untuk JPCC Men's Camp 2019 -yang kebetulan jatuh pada hari Jum'at dan Sabtu, saya pun ngobrol dengan isteri saya, dan ternyata ia setuju untuk saya mengikuti acara ini. Lalu, misalnya saja, kalau ternyata isteri saya tidak setuju, bagaimana? Jawaban saya singkat saja, ya saya tidak ikut. Ini tidak ada kaitan dengan rohani dan tidak rohani, tetapi dengan komitmen dan kesepakatan bersama.

Nah, yang perlu kita sadari di sini, bahwa dengan bergantinya musim kehidupan yang kita jalani, maka mau tidak mau kita dan pasangan hidup kita harus menata ulang prioritas dan takaran dari tiap-tiap area kehidupan kita, agar keseimbangan boleh tetap terjadi di dalam berbagai aspek hidup yang kita jalani pada musim yang baru. Itulah yang saya dan isteri saya alami dan lakukan. Kami telah menikah selama 17 tahun dan tanpa anak, saat keluarga besar memutuskan bahwa kedua keponakan isteri saya menjadi bagian dari hidup kami, karena kedua orangtua mereka telah meninggal. Perubahan musim yang mengejutkan. Yup, dari hanya hidup berdua, kini kami hidup berempat. Karena itu, mau tidak mau kami harus menata ulang prioritas dan takaran dari berbagai area di dalam hidup kami berdua, agar keseimbangan boleh tetap terjadi di tengah-tengah hidup nikah dan keluarga baru kami.

Bro & Sis, semoga coretan saya boleh memberikan bahan pemikiran buat para suami isteri, bagaimana kalian boleh memiliki kehidupan yang seimbang. GBU.


* DATE = sebutan untuk komunitas sel dimana kami berjemaat

Thursday, August 29, 2019

Karena Kasih Karunia Allah

Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami. Yesaya 26:12

Ketika aku membaca apa yang tertulis di dalam Yesaya 26:12 di atas, aku langsung teringat dengan apa yang tertulis di dalam 1 Tawarikh 29:14-16 dan Filipi 2:12-13 di bawah ini.

Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu. Sebab kami adalah orang asing di hadapan-Mu dan orang pendatang sama seperti semua nenek moyang kami; sebagai bayang-bayang hari-hari kami di atas bumi dan tidak ada harapan. Ya TUHAN, Allah kami, segala kelimpahan bahan-bahan yang kami sediakan ini untuk mendirikan bagi-Mu rumah bagi nama-Mu yang kudus adalah dari tangan-Mu sendiri dan punya-Mulah segala-galanya. 1 Tawarikh 29:14-16

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Filipi 2:12-13

Bro & Sis, apa yang tertulis pada ketiga ayat firman Tuhan di atas telah mengingatkan dan sekaligus menyadarkan aku, bahwa semua pencapaian yang telah terjadi di dalam berbagai aspek hidup kita, baik itu di dalam aspek rohani, jiwani, jasmani dan material, telah terjadi oleh karena kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus. Sungguh, semuanya itu telah terjadi, karena TUHAN sendiri yang telah berkarya melalui setiap aspek hidup kita dan apa yang kita lakukan. Itu sebabnya, mengapa kita tidak patut -bahkan tidak layak menepuk dada sedikitpun atas semua pencapaian yang telah kita raih dan nikmati, sebaliknya kita patut mengucap syukur dengan segenap hati dan mengakui dengan kerendahan hati, bahwa karena kasih karunia Allah kita telah ada sebagaimana kita ada sekarang. Hei, ini bukan retorika rohani –seperti yang selalu diucapkan kebanyakan orang percaya, saat mereka boleh mencapai tingkat tertentu di dalam hidup mereka, tetapi ini adalah fakta yang harus kita sadari sepenuhnya, saat kita boleh meraih dan menikmati semua pencapaian yang ada di dalam berbagai aspek hidup kita hari ini.

Ketika kita sungguh-sungguh menyadari dan mengakui, bahwa kita telah ada sebagaimana kita ada sekarang karena kasih karunia Allah, hal itu tak hanya akan terlihat dari pengakuan kita, tetapi juga pasti akan terekspresi melalui sikap hati dan cara hidup kita di dalam keseharian kita.

SATU Kita akan makin bersandar kepada TUHAN di dalam apapun yang kita lakukan, karena kita sadar sepenuhnya bahwa semua pencapaian itu terjadi oleh karena kasih karunia Allah. Kita akan makin melekat dengan Kristus, Sang Pokok Anggur, supaya kita boleh tetap berbuah, bahkan berbuah banyak di dalam berbagai aspek hidup kita. Ironisnya, ada banyak orang percaya –setelah mereka boleh menjadi sebagaimana mereka ada sekarang, mereka justru 1] menjadi lupa diri, 2] merasa diri hebat dan 3] hidup menjauh dari Allah, Sang Sumber Kehidupan. Ini tidak seharusnya terjadi.

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Yohanes 15:4-5

DUA Kita akan mengelola dengan sebaik mungkin semua yang telah Allah karuniakan kepada kita, agar kasih karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita tidak sia-sia. Kita bukan hanya akan mengelola dengan begitu rupa, tetapi juga akan mengaturnya seturut dengan kehendak Allah, sehingga apa yang menjadi maksud Allah atas hidup kita boleh digenapkan dengan maksimal. Ironisnya, ada banyak orang percaya –setelah mereka menjadi sebagaimana mereka ada sekarang, mereka justru 1] tidak mengelola kasih karunia yang mereka terima dengan sebaik mungkin, bahkan 2] sibuk memakai semua anugerah itu untuk memuaskan hawa nafsu mereka. Ini tidak seharusnya terjadi.

Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku. 1 Korintus 15:10

TIGA Kita akan menjadi orang yang murah hati, karena kita telah menerima anugerah Allah dan menikmati kasih karunia-Nya di dalam kehidupan kita. Ini adalah reaksi normal yang seharusnya terjadi saat kita telah mengecapkan kebaikan-Nya, karena memang untuk itulah kita telah dianugerahi kasih karunia-Nya yang limpah, supaya kita boleh meneruskannya kepada orang lain. Komunitas kita. Ironisnya, ada banyak orang percaya –setelah mereka menjadi sebagaimana mereka ada sekarang, mereka justru menjadi tamak, kikir dan hanya mentingkan diri sendiri. Ini tidak seharusnya terjadi.

Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. 1 Petrus 3:8-9

Nah, yang menjadi pertanyaannya hari ini, jika kita memang sungguh-sungguh menyadari bahwa semua pencapaian yang telah kita raih dan nikmati hari ini telah terjadi oleh karena kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus, bagaimanakah respon kita terhadap semua itu, serta sikap hati dan cara hidup seperti apakah yang terekspresi melalui kehidupan kita dan di dalam keseharian hidup kita? Kiranya Roh Kudus boleh senantiasa menerangi dan menjadikan mata hati kita terang. Tuhan memberkati!